1.
Pendahuluan
Hakim, merupakan profesi yang memiliki beban moral
terbesar dalam sebuah sistem penegakan hukum. Hakim dipercaya menjadi wakil
Tuhan di bumi dalam menentukan apakah seseorang bersalah atau tidak, dan
apabila orang tersebut bersalah, apakah hukuman yang harus diberikan kepada
orang tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, hakim diberi batasan-batasan atas
tindakan-tindakan yang dia lakukan agar dia tidak bertindak secara sewenang-wenang.
Selain adanya batasan-batasan tersebut, hakim juga diberikan kewajiban-kewajiban
yang harus dijalankan demi menjaga kemurnian tugasnya sebagai seseorang yang
dapat dikatakan akan “menentukan” kehidupan orang lain. Kewajiban hakim, selain
kewajiban moral untuk berlaku adil, ditentukan juga dalam beberapa
instrumen-instrumen hukum yang salah satunya adalah Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (yang dalam laporan ini selanjutnya akan disebut KUHAP). Hakim
sesuai KUHAP, dalam mengadili harus menerapkan asas jujur, bebas, dan tidak
memihak. Asas ini merupakan sebuah asas yang memang sudah seharusnya diterapkan
bagi hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim, sebagai pemegang kekuasaan untuk
memutus suatu perkara hendaknya berlaku jujur, bebas, dan tidak memihak.
Penerapan asas ini di Indonesia sampai saat ini menurut saya belum terlaksana
dengan baik. Dilihat dari perkara-perkara yang diadili dan disiarkan di
televisi, dapat dilihat bahwa hakim dalam memeriksa serta memutus suatu perkara
terkadang masih bias dan masih berada di bawah pengaruh orang-orang yang
berkepentingan dalam perkara tersebut. Hakim seperti tidak bebas dalam
memeriksa dan mengadili perkara yang sedang disidangkan. Menurut saya, masih
banyak hal yang perlu diperbaiki oleh Hakim dalam melaksanakan tugasnya, oleh
karena itu, dalam case study report
kali ini saya memilih untuk melaksanakan pengamatan terhadap kinerja hakim
dalam melaksanakan tugasnya dikaitkan dengan batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban
yang diberikan padanya sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHAP.
Pengamatan terhadap kinerja hakim dalam melaksanakan
tugasnya dikaitkan dengan batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban yang
diberikan padanya sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHAP kali ini saya
lakukan di Pengadilan Negeri Depok (untuk selanjutnya dalam laporan ini akan
disebut PN Depok). Pengamatan ini saya lakukan sebanyak satu kali yaitu pada
hari Rabu tanggal 18 April 2013. Dalam pengamatan kali ini, tidak ada satu
kasus spesifik yang saya ikuti dari awal kasus tersebut diperiksa hingga kasus
tersebut diputus oleh hakim. Pada pengamatan ini, saya melihat ada lima kasus
yang sedang dalam tahap pembuktian dan satu kasus yang sudah memasuki tahap
pembacaan putusan. Lima kasus yang sedang dalam tahap pembuktian pada saat itu
antara lain, kasus pencurian motor, kasus narkotika (kepemilikan serta
pemakaian ganja), kasus pencurian dompet, kasus pencurian di dompet dan telepon
genggam, serta satu lagi kasus narkotika. Sedangkan satu kasus yang sudah
memasuki taham pembacaan putusan adalah kasus narkotika (kepemilikan serta
pemakaian ganja). Pada putusannya, hakim memidana terdakwa dengan tiga tahun
penjara dan denda sejumlah uang subsider
penjara bulan. Keenam kasus ini
diperiksa serta diputus oleh Majelis Hakim yang sama di ruangan yang sama.
Pembuktian dan pembacaan putusan dalam beberapa perkara oleh Majelis Hakim ini
dilakukan secara bergantian dengan tidak adanya selang waktu dari satu perkara
ke perkara lain. Semua pihak yang terlibat dalam perkara-perkara, maupun
perkara-perkara tersebut berbeda satu sama lain, yang diperiksa maupun diadili oleh
Majelis Hakim ini, ditempatkan dalam satu ruang sidang yang sama bahkan sebelum
perkara yang berhubungan langsung dengan masing-masing terdakwa belum
diperiksa. Banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam
persidangan-persidangan yang saya amati, mulai dari tidak adanya penasihat
hukum bagi terdakwa padahal ancaman hukumannya lebih dari lima tahun, terdakwa
yang didudukkan di dalam ruang sidang bahkan sebelum perkaranya diperiksa,
penuntut umum yang duduk di kursi penuntut umum tanpa memakai toganya, dan
kejanggalan-kejanggalan lain yang sangat bertentangan dengan apa yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan mengenai tata cara beracara di pengadilan.
Namun demikian, dalam laporan ini, saya tidak akan mengulas semua kejanggalan
yang ada dalam sidang pengadilan yang saya hadiri. Saya hanya akan mengulas
mengenai kejanggalan-kejanggalan (apabila ada) pada tindakan hakim dalam
memeriksa ataupun memutus suatu perkara yang dikaitkan dengan aturan-aturan
bagi hakim yang terdapat dalam KUHAP.
2.
Hukum
yang relevan dengan judul dan atau topik
Topik yang saya angkat dalam pengamatan ini adalah
perilaku hakim dikaitkan dengan KUHAP. Oleh karena itu, satu-satunya hukum yang
relevan dengan topik yang saya angkat adalah KUHAP itu sendiri. Dalam KUHAP ada
beberapa pasal yang memberikan batasan-batasan maupun kewajiban-kewajiban yang
diberikan oleh hakim dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pengamatan yang saya
lakukan, acara pemeriksaan yang berlangsung adalah acara pemeriksaan biasa. Hal
ini dilihat dari tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa dimana keenam
tindak pidana yang diperiksa maupun diputus tersebut tidak masuk dalam kategori
tindak pidana yang diperiksa melalui acara pemeriksaan biasa ataupun acara
pemeriksaan singkat. Batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban hakim yang
tercantum dalam KUHAP dan relevan dengan pengamatan yang saya lakukan, antara
lain:
Pasal 153:
(2) a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang
dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan
saksi;
b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan
yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.
(3) Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau
terdakwanya anak-anak.
Pasal 154:
(1)
Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika
ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
Pasal 155
(1) Pada permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa
supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang.
(2) a. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk
membacakan surat dakwaan;
b. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia
sudah benarbenar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut
umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang
diperlukan.
Pasal 156
(1) Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan
kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan
keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu
tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim
berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka
sidang dilanjutkan.
Pasal 157
(1) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu
apabila ia terikat hubungan keluarga sedarah atau Semenda sampai derajat
ketiga, hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua
sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
(2) Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib
mengundurkan diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri
meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum.
Pasal 158
Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang
tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal 159
(1)
Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil
telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan
satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.
Pasal 160
(1)
a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut
urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar
pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b. Yang pertama-tama didengar
keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
c. Dalam hal ada saksi baik
yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat
pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum
atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya
putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa
sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia
berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa,
atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat
hubungan kerja dengannya.
Pasal 163
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat
dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta
minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara
pemeriksaan sidang.
Pasal 164
(1) Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua
sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan
tersebut.
(2) Penuntut umum atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua
sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut
umum atau penasihat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan
alasannya.
Pasal 165
(1) Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala
keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran.
(2) Penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim
ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut
umum, terdakwa atau penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan alasannya.
(4) Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan
perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji
kebenaran keterangan mereka masing-masing.
Pasal 166
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada
terdakwa; maupun kepada saksi
Pasal 181
(1)
Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan
menanyakan kepadanya apakah Ia mengenal benda itu dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang ini.
(2)
Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada
saksi.
(3)
Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau
memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan
selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.
3.
Hasil pengamatan
Pada pangamatan yang saya lakukan, ada beberapa
perilaku-perilaku hakim yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan seperti yang saya cantumkan sebelumnya di atas. Dalam hal
ada perilaku-perilaku yang tidak sesuai ini, saya melihat bahwa ada satu faktor
yang sangat mempengaruhi perilaku-perilaku serta kinerja hakim dalam
melaksanakan tugasnya. Faktor tersebut adalah terlalu banyaknya perkara yang
diadili oleh satu Majelis Hakim dalam satu hari sehingga memberi kesan bahwa
hakim terkadang malas dan “ogah-ogahan” dalam memeriksa suatu perkara.
Pemaparan atas hasil pengamatan saya ini urutannya akan mengikuti urutan
pasal-pasal dalam KUHAP yang telah saya cantumkan sebelumnya di atas.
a.
Pasal 153
Dalam hubungannya dengan pasal 153, ada beberapa perilaku
hakim yang tidak sesuai dalam kelima perkara yang diperiksa dan satu perkara
yang diputus yang saya amati dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 153 ini.
Hakim dalam memeriksa maupun memutus perkara-perkara yang ada telah menggunakan
bahasa indonesia yang baik secara lisan dan dimengerti oleh terdakwa maupun
saksi karena dalam keenam perkara yang saya amati, semua pihak terkait tidak
bisu maupun tuli serta kesemuanya adalah warga negara Indonesia yang dapat
mengerti dan berbicara bahasa Indonesia dengan baik. Hakim yang saya amati
meskipun wajib menjaga agar saksi maupun terdakwa dapat memberikan keterangan
secara bebas terkadang mengajukan pertanyaan yang bahkan mengarahkan maupun
menjerat terdakwa sehingga terdakwa menjadi cenderung tidak bebas dalam
memberikan keterangannya. Hakim juga dalam persidangan-persidangan tersebut
beberapa kali lupa dalam menyebutkan bahwa persidangan-persidangan tersebut
dibuka dan terbuka untuk umum meskipun perkara-perkara yang diperiksa maupun
diputus dalam persidangan-persidangan tersebut bukanlah perkara asusila maupun
perkara anak.
b.
Pasal 154
Hakim sudah melaksanakan kewajibannya dalam memanggil
terdakwa untuk masuk dalam ruang persidangan, meskipun dalam persidangan ini,
terdakwa-terdakwa yang akan diperiksa bahkan sudah ada dalam ruang sidang saat
pemeriksaan terhadap perkara lain sedang berlangsung.
c.
Pasal 155
Hakim yang saya amati telah melaksakan kewajiban-kewajibannya
sebagaimana diatur dalam pasal ini. Perilaku hakim telah sesuai dengan apa yang
diatur dalam pasal ini.
d.
Pasal 156
Dalam perkara-perkara yang diadili, tidak ada terdakwa
yang mengajukan keberatan atas kewenangan pengadilan dalam mengadili perkaranya
maupun tidak dapat diterimanya dakwaan.
e.
Pasal 157
Tidak ada hakim yang mengundurkan diri dalam
persidangan-persidangan yang saya amati, sehingga saya mengasumsikan bahwa
hakim tidak memiliki hubungan-hubungan sebagaimana diatur dalam pasal ini
dengan hakim ketua sidang, hakim anggota, panitera, penuntut umum, maupun
penasihat hukum.
f.
Pasal 158
Dalam kesesuaian dengan pasal 158, ada beberapa dari
perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan hakim yang terkadang sudah menunjukkan
keyakinan akan salahnya seorang terdakwa. Perilaku-perilaku ini terlihat dari
pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataan hakim yang terlihat
memojokkan terdakwa, maupun cara hakim dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan
maupun pernyataan-pernyataan tersebut.
g.
Pasal 159
Hakim yang saya amati telah meneliti apakah semua saksi
yang dipanggil telah hadir dengan menanyakan pada penuntut umum apakh saksi
yang dipanggil telah hadir. Namun demikian, dalam semua pemeriksaan perkara
yang saya amati, tidak ada perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang
dilakukan hakim dalam menjaga agar terdakwa tidak berhubungan satu sama lain.
Terdakwa bahkan didudukkan di kursi pengunjung sidang dan terkesan “dibebaskan”
untuk duduk di mana saja termasuk di dekat saksi lainnya.
h.
Pasal 160
Dalam hal kesesuaian dengan pasal 160, perilaku-perilaku
atau tindakan-tindakan hakim yang saya amati, telah sesuai dengan apa yang
diatur dalam pasal 160. Hakim memeriksa saksi korban terlebih dahulu baru
saksi-saksi lain yang juga terkait. Hakim juga memeriksa identitas para saksi
sesuai kartu tanda penduduk maupun bukti identitas lain milik para saksi, serta
menanyakan hubungan saksi dengan terdakwa, apakah ada hubungan-hubungan sebagaimana
diatur dalam pasal 160 ini.
i.
Pasal 163
Hakim dalam persidangan-persidangan yang saya amati telah
berusaha untuk mencocokkan keterangan yang ada dalam berita acara, dan dalam
persidangan-persidangan yang saya amati tidak ada saksi yang memberian keterangan
yang berbeda dengan keterangannya dalam berita acara, sehingga saya tidak
pernah melihat ada peringatan yang diberikan hakim terhadap saksi terkait
perbedaan antara apa yang ada dalam berita acara dengan keterangan yang
disampaikan saksi di hadapan persidangan.
j.
Pasal 164
Perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan hakim dalam
persidangan-persidangan yang saya amati juga telah sesuai dengan apa yang
diatur dalam pasal 164 ini. Hakim selalu menanyakan kepada terdakwa apakah
terdakwa ingin menyampaikan pendapat terhadap keterangan saksi setelah saksi
selesai memberikan keterangannya. Hakim ketua sidang juga selalu memberikan
kesempatan kepada penuntut umum maupun penasihat hukum (yang mana jarang sekali
ada dalam persidangan-persidangan yang saya amati) untuk mengajukan pertanyaan
baik kepada para saksi maupun kepada terdakwa. Tidak ada satupun pertanyaan
yang diajukan oleh penuntut umum maupun penasihat hukum yang kemudian ditolak
oleh hakim.
k.
Pasal 165
Majelis hakim dalam persidangan-persidangan yang saya
amati jauh lebih aktif daripada penuntut umum maupun penasihat hukum dalam
mencari kebenaran dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan. Hakim ketua
sidang juga selalu memberikan kesempatan kepada penuntut umum maupun penasihat
hukum (yang mana jarang sekali ada dalam persidangan-persidangan yang saya
amati) untuk mengajukan pertanyaan baik kepada para saksi maupun kepada terdakwa.
Tidak ada satupun pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum maupun penasihat
hukum yang kemudian ditolak oleh hakim. Tidak ada pula pelaksanaan saling
dihadapkannya para saksi untuk menguji kebenaran keterangan yang mereka
berikan.
l.
Pasal 166
Walaupun diatur bahwa pertanyaan menjerat tidak boleh
diajukan baik kepada terdakwa maupun pada saksi, hakim beberapa kali
mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang menjerat terdakwa maupun saksi sehingga
terdakwa dan para saksi terlihat seperti sedikit dipojokkan oleh hakim.
m. Pasal 181
Hakim dalam persidangan-persidangan yang saya amati
pernah sesekali tidak memperlihatkan dan menanyakan barang bukti kepada terdakwa
terkait pengetahuannya mengenai barang-barang bukti yang dihadirkan dalam
persidangan tersebut. Namun demikian, dalam persidangan-persidangan lain, hakim
melaksanakan kewajibannya untuk memperlihatkan dan menanyakan barang bukti kepada
terdakwa. Hakim yang saya amati, akan tetapi, tidak pernah memperlihatkan
berita acara kepada para saksi maupun terdakwa, dan karena tidak ada barang
bukti berupa surat yang dihadirkan dalam persidangan-persidangan yang saya
amati, maka saya tidak pernah melihat adanya surat yang dibacakan untuk
didengar oleh para saksi maupun terdakwa di hadapan persidangan.
4.
Penutup
Dari persidangan-persidangan yang saya amati ini, dapat
saya lihat bahwa terkadang masih ada beberapa perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan
hakim yang tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam KUHAP. Namun
demikian, perilaku-perilaku maupun tindakan-tindakan hakim tidak juga selalu
bertentangan dengan KUHAP. Banyak perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan dari
hakim yang juga sudah sesuai dengan apa yang telah diatur dalam KUHAP. Seperti
yang saya katakan diatas bahwa saya melihat adanya faktor terlalu banyaknya
perkara yang diperiksa oleh satu majelis hakim yang sama dalam hari yang sama
yang mempengaruhi kinerja mereka dalam melaksanakan tugasnya. Mereka tampak
agak sedikit kelelahan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pihak yang
diharapkan memberi keadilan bagi semua pihak yang terkait dalam suatu perkara.
Kinerja hakim terlihat sudah cukup baik dalam memeriksa
maupun memutus perkara, akan tetapi kinerja ini masih perlu ditingkatkan lagi
dan masih perlu banyak perbaikan dalam perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan
hakim dalam melaksanakan tugasnya. Hakim dalam keadaan apapun seharusnya tidak
boleh mengabaikan atau tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur
dalam KUHAP. Hakim juga seharusnya lebih peka terhadap keadaan psikis terdakwa,
apapun latar belakangnya, sehingga ia tidak memojokkan terdakwa dan
memperlihatkan sikap-sikap mengenai keyakinannya atas kesalahan yang dilakukan
terdakwa. Hakim, sebagai wakil Tuhan di bumi, seharusnya dapat lebih bijaksana
dan peka dalam melaksanakan tugasnya, sehingga masyarakat juga nantinya percaya
pada kinerja dan apapun yang diputuskan oleh hakim.
No comments:
Post a Comment