5.27.2013

Case Study Report: Perilaku Hakim dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan pada KUHAP

1.    Pendahuluan
Hakim, merupakan profesi yang memiliki beban moral terbesar dalam sebuah sistem penegakan hukum. Hakim dipercaya menjadi wakil Tuhan di bumi dalam menentukan apakah seseorang bersalah atau tidak, dan apabila orang tersebut bersalah, apakah hukuman yang harus diberikan kepada orang tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, hakim diberi batasan-batasan atas tindakan-tindakan yang dia lakukan agar dia tidak bertindak secara sewenang-wenang. Selain adanya batasan-batasan tersebut, hakim juga diberikan kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan demi menjaga kemurnian tugasnya sebagai seseorang yang dapat dikatakan akan “menentukan” kehidupan orang lain. Kewajiban hakim, selain kewajiban moral untuk berlaku adil, ditentukan juga dalam beberapa instrumen-instrumen hukum yang salah satunya adalah Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (yang dalam laporan ini selanjutnya akan disebut KUHAP). Hakim sesuai KUHAP, dalam mengadili harus menerapkan asas jujur, bebas, dan tidak memihak. Asas ini merupakan sebuah asas yang memang sudah seharusnya diterapkan bagi hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim, sebagai pemegang kekuasaan untuk memutus suatu perkara hendaknya berlaku jujur, bebas, dan tidak memihak. Penerapan asas ini di Indonesia sampai saat ini menurut saya belum terlaksana dengan baik. Dilihat dari perkara-perkara yang diadili dan disiarkan di televisi, dapat dilihat bahwa hakim dalam memeriksa serta memutus suatu perkara terkadang masih bias dan masih berada di bawah pengaruh orang-orang yang berkepentingan dalam perkara tersebut. Hakim seperti tidak bebas dalam memeriksa dan mengadili perkara yang sedang disidangkan. Menurut saya, masih banyak hal yang perlu diperbaiki oleh Hakim dalam melaksanakan tugasnya, oleh karena itu, dalam case study report kali ini saya memilih untuk melaksanakan pengamatan terhadap kinerja hakim dalam melaksanakan tugasnya dikaitkan dengan batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban yang diberikan padanya sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHAP.
Pengamatan terhadap kinerja hakim dalam melaksanakan tugasnya dikaitkan dengan batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban yang diberikan padanya sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHAP kali ini saya lakukan di Pengadilan Negeri Depok (untuk selanjutnya dalam laporan ini akan disebut PN Depok). Pengamatan ini saya lakukan sebanyak satu kali yaitu pada hari Rabu tanggal 18 April 2013. Dalam pengamatan kali ini, tidak ada satu kasus spesifik yang saya ikuti dari awal kasus tersebut diperiksa hingga kasus tersebut diputus oleh hakim. Pada pengamatan ini, saya melihat ada lima kasus yang sedang dalam tahap pembuktian dan satu kasus yang sudah memasuki tahap pembacaan putusan. Lima kasus yang sedang dalam tahap pembuktian pada saat itu antara lain, kasus pencurian motor, kasus narkotika (kepemilikan serta pemakaian ganja), kasus pencurian dompet, kasus pencurian di dompet dan telepon genggam, serta satu lagi kasus narkotika. Sedangkan satu kasus yang sudah memasuki taham pembacaan putusan adalah kasus narkotika (kepemilikan serta pemakaian ganja). Pada putusannya, hakim memidana terdakwa dengan tiga tahun penjara dan  denda sejumlah uang subsider penjara  bulan. Keenam kasus ini diperiksa serta diputus oleh Majelis Hakim yang sama di ruangan yang sama. Pembuktian dan pembacaan putusan dalam beberapa perkara oleh Majelis Hakim ini dilakukan secara bergantian dengan tidak adanya selang waktu dari satu perkara ke perkara lain. Semua pihak yang terlibat dalam perkara-perkara, maupun perkara-perkara tersebut berbeda satu sama lain, yang diperiksa maupun diadili oleh Majelis Hakim ini, ditempatkan dalam satu ruang sidang yang sama bahkan sebelum perkara yang berhubungan langsung dengan masing-masing terdakwa belum diperiksa. Banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam persidangan-persidangan yang saya amati, mulai dari tidak adanya penasihat hukum bagi terdakwa padahal ancaman hukumannya lebih dari lima tahun, terdakwa yang didudukkan di dalam ruang sidang bahkan sebelum perkaranya diperiksa, penuntut umum yang duduk di kursi penuntut umum tanpa memakai toganya, dan kejanggalan-kejanggalan lain yang sangat bertentangan dengan apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai tata cara beracara di pengadilan. Namun demikian, dalam laporan ini, saya tidak akan mengulas semua kejanggalan yang ada dalam sidang pengadilan yang saya hadiri. Saya hanya akan mengulas mengenai kejanggalan-kejanggalan (apabila ada) pada tindakan hakim dalam memeriksa ataupun memutus suatu perkara yang dikaitkan dengan aturan-aturan bagi hakim yang terdapat dalam KUHAP.

2.    Hukum yang relevan dengan judul dan atau topik
Topik yang saya angkat dalam pengamatan ini adalah perilaku hakim dikaitkan dengan KUHAP. Oleh karena itu, satu-satunya hukum yang relevan dengan topik yang saya angkat adalah KUHAP itu sendiri. Dalam KUHAP ada beberapa pasal yang memberikan batasan-batasan maupun kewajiban-kewajiban yang diberikan oleh hakim dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pengamatan yang saya lakukan, acara pemeriksaan yang berlangsung adalah acara pemeriksaan biasa. Hal ini dilihat dari tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa dimana keenam tindak pidana yang diperiksa maupun diputus tersebut tidak masuk dalam kategori tindak pidana yang diperiksa melalui acara pemeriksaan biasa ataupun acara pemeriksaan singkat. Batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban hakim yang tercantum dalam KUHAP dan relevan dengan pengamatan yang saya lakukan, antara lain:
Pasal 153:
(2) a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi;
b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.
(3) Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.

Pasal 154:
(1)     Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.

Pasal 155
(1) Pada permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang.
(2) a. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan;
b. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benarbenar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.

Pasal 156
(1) Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.

Pasal 157
(1) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu apabila ia terikat hubungan keluarga sedarah atau Semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
(2) Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mengundurkan diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum.

Pasal 158
Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.

Pasal 159
(1)     Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.

Pasal 160
(1)     a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.

Pasal 163
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang.

Pasal 164
(1) Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut.
(2) Penuntut umum atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum atau penasihat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan alasannya.

Pasal 165
(1) Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran.
(2) Penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan alasannya.
(4) Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.

Pasal 166
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa; maupun kepada saksi

Pasal 181
(1)     Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah Ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang ini.
(2)     Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.
(3)     Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.

3.    Hasil pengamatan
Pada pangamatan yang saya lakukan, ada beberapa perilaku-perilaku hakim yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan seperti yang saya cantumkan sebelumnya di atas. Dalam hal ada perilaku-perilaku yang tidak sesuai ini, saya melihat bahwa ada satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku-perilaku serta kinerja hakim dalam melaksanakan tugasnya. Faktor tersebut adalah terlalu banyaknya perkara yang diadili oleh satu Majelis Hakim dalam satu hari sehingga memberi kesan bahwa hakim terkadang malas dan “ogah-ogahan” dalam memeriksa suatu perkara. Pemaparan atas hasil pengamatan saya ini urutannya akan mengikuti urutan pasal-pasal dalam KUHAP yang telah saya cantumkan sebelumnya di atas.
a.    Pasal 153
Dalam hubungannya dengan pasal 153, ada beberapa perilaku hakim yang tidak sesuai dalam kelima perkara yang diperiksa dan satu perkara yang diputus yang saya amati dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 153 ini. Hakim dalam memeriksa maupun memutus perkara-perkara yang ada telah menggunakan bahasa indonesia yang baik secara lisan dan dimengerti oleh terdakwa maupun saksi karena dalam keenam perkara yang saya amati, semua pihak terkait tidak bisu maupun tuli serta kesemuanya adalah warga negara Indonesia yang dapat mengerti dan berbicara bahasa Indonesia dengan baik. Hakim yang saya amati meskipun wajib menjaga agar saksi maupun terdakwa dapat memberikan keterangan secara bebas terkadang mengajukan pertanyaan yang bahkan mengarahkan maupun menjerat terdakwa sehingga terdakwa menjadi cenderung tidak bebas dalam memberikan keterangannya. Hakim juga dalam persidangan-persidangan tersebut beberapa kali lupa dalam menyebutkan bahwa persidangan-persidangan tersebut dibuka dan terbuka untuk umum meskipun perkara-perkara yang diperiksa maupun diputus dalam persidangan-persidangan tersebut bukanlah perkara asusila maupun perkara anak.
b.    Pasal 154
Hakim sudah melaksanakan kewajibannya dalam memanggil terdakwa untuk masuk dalam ruang persidangan, meskipun dalam persidangan ini, terdakwa-terdakwa yang akan diperiksa bahkan sudah ada dalam ruang sidang saat pemeriksaan terhadap perkara lain sedang berlangsung.
c.    Pasal 155
Hakim yang saya amati telah melaksakan kewajiban-kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal ini. Perilaku hakim telah sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal ini.
d.   Pasal 156
Dalam perkara-perkara yang diadili, tidak ada terdakwa yang mengajukan keberatan atas kewenangan pengadilan dalam mengadili perkaranya maupun tidak dapat diterimanya dakwaan.
e.    Pasal 157
Tidak ada hakim yang mengundurkan diri dalam persidangan-persidangan yang saya amati, sehingga saya mengasumsikan bahwa hakim tidak memiliki hubungan-hubungan sebagaimana diatur dalam pasal ini dengan hakim ketua sidang, hakim anggota, panitera, penuntut umum, maupun penasihat hukum.
f.     Pasal 158
Dalam kesesuaian dengan pasal 158, ada beberapa dari perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan hakim yang terkadang sudah menunjukkan keyakinan akan salahnya seorang terdakwa. Perilaku-perilaku ini terlihat dari pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataan hakim yang terlihat memojokkan terdakwa, maupun cara hakim dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataan tersebut.
g.    Pasal 159
Hakim yang saya amati telah meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dengan menanyakan pada penuntut umum apakh saksi yang dipanggil telah hadir. Namun demikian, dalam semua pemeriksaan perkara yang saya amati, tidak ada perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang dilakukan hakim dalam menjaga agar terdakwa tidak berhubungan satu sama lain. Terdakwa bahkan didudukkan di kursi pengunjung sidang dan terkesan “dibebaskan” untuk duduk di mana saja termasuk di dekat saksi lainnya.
h.    Pasal 160
Dalam hal kesesuaian dengan pasal 160, perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan hakim yang saya amati, telah sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 160. Hakim memeriksa saksi korban terlebih dahulu baru saksi-saksi lain yang juga terkait. Hakim juga memeriksa identitas para saksi sesuai kartu tanda penduduk maupun bukti identitas lain milik para saksi, serta menanyakan hubungan saksi dengan terdakwa, apakah ada hubungan-hubungan sebagaimana diatur dalam pasal 160 ini.
i.      Pasal 163
Hakim dalam persidangan-persidangan yang saya amati telah berusaha untuk mencocokkan keterangan yang ada dalam berita acara, dan dalam persidangan-persidangan yang saya amati tidak ada saksi yang memberian keterangan yang berbeda dengan keterangannya dalam berita acara, sehingga saya tidak pernah melihat ada peringatan yang diberikan hakim terhadap saksi terkait perbedaan antara apa yang ada dalam berita acara dengan keterangan yang disampaikan saksi di hadapan persidangan.
j.      Pasal 164
Perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan hakim dalam persidangan-persidangan yang saya amati juga telah sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 164 ini. Hakim selalu menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa ingin menyampaikan pendapat terhadap keterangan saksi setelah saksi selesai memberikan keterangannya. Hakim ketua sidang juga selalu memberikan kesempatan kepada penuntut umum maupun penasihat hukum (yang mana jarang sekali ada dalam persidangan-persidangan yang saya amati) untuk mengajukan pertanyaan baik kepada para saksi maupun kepada terdakwa. Tidak ada satupun pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum maupun penasihat hukum yang kemudian ditolak oleh hakim.
k.    Pasal 165
Majelis hakim dalam persidangan-persidangan yang saya amati jauh lebih aktif daripada penuntut umum maupun penasihat hukum dalam mencari kebenaran dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan. Hakim ketua sidang juga selalu memberikan kesempatan kepada penuntut umum maupun penasihat hukum (yang mana jarang sekali ada dalam persidangan-persidangan yang saya amati) untuk mengajukan pertanyaan baik kepada para saksi maupun kepada terdakwa. Tidak ada satupun pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum maupun penasihat hukum yang kemudian ditolak oleh hakim. Tidak ada pula pelaksanaan saling dihadapkannya para saksi untuk menguji kebenaran keterangan yang mereka berikan.
l.      Pasal 166
Walaupun diatur bahwa pertanyaan menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa maupun pada saksi, hakim beberapa kali mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang menjerat terdakwa maupun saksi sehingga terdakwa dan para saksi terlihat seperti sedikit dipojokkan oleh hakim.
m.  Pasal 181
Hakim dalam persidangan-persidangan yang saya amati pernah sesekali tidak memperlihatkan dan menanyakan barang bukti kepada terdakwa terkait pengetahuannya mengenai barang-barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan tersebut. Namun demikian, dalam persidangan-persidangan lain, hakim melaksanakan kewajibannya untuk memperlihatkan dan menanyakan barang bukti kepada terdakwa. Hakim yang saya amati, akan tetapi, tidak pernah memperlihatkan berita acara kepada para saksi maupun terdakwa, dan karena tidak ada barang bukti berupa surat yang dihadirkan dalam persidangan-persidangan yang saya amati, maka saya tidak pernah melihat adanya surat yang dibacakan untuk didengar oleh para saksi maupun terdakwa di hadapan persidangan.


4.    Penutup
Dari persidangan-persidangan yang saya amati ini, dapat saya lihat bahwa terkadang masih ada beberapa perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan hakim yang tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam KUHAP. Namun demikian, perilaku-perilaku maupun tindakan-tindakan hakim tidak juga selalu bertentangan dengan KUHAP. Banyak perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan dari hakim yang juga sudah sesuai dengan apa yang telah diatur dalam KUHAP. Seperti yang saya katakan diatas bahwa saya melihat adanya faktor terlalu banyaknya perkara yang diperiksa oleh satu majelis hakim yang sama dalam hari yang sama yang mempengaruhi kinerja mereka dalam melaksanakan tugasnya. Mereka tampak agak sedikit kelelahan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pihak yang diharapkan memberi keadilan bagi semua pihak yang terkait dalam suatu perkara.
Kinerja hakim terlihat sudah cukup baik dalam memeriksa maupun memutus perkara, akan tetapi kinerja ini masih perlu ditingkatkan lagi dan masih perlu banyak perbaikan dalam perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan hakim dalam melaksanakan tugasnya. Hakim dalam keadaan apapun seharusnya tidak boleh mengabaikan atau tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam KUHAP. Hakim juga seharusnya lebih peka terhadap keadaan psikis terdakwa, apapun latar belakangnya, sehingga ia tidak memojokkan terdakwa dan memperlihatkan sikap-sikap mengenai keyakinannya atas kesalahan yang dilakukan terdakwa. Hakim, sebagai wakil Tuhan di bumi, seharusnya dapat lebih bijaksana dan peka dalam melaksanakan tugasnya, sehingga masyarakat juga nantinya percaya pada kinerja dan apapun yang diputuskan oleh hakim.






No comments:

Post a Comment